KUDETA BERDARAH G30SPKI


 September kelam adalah istilah yang tepat menggambarkan keadaan bulan itu, yang mana banyak kejadian tak mengenakkan berujung pertikaian bahkan nyawa pun menjadi korban. Kasus pelanggaran HAM semisal, pembunuhan Munir Said Thalib bertepatan 7 September 2004 dimana beliau adalah seorang aktivis HAM yang terbunuh dengan racun mematikan saat menuju Amsterdam.

Dilain sisi bulan september, G30SPKI adalah peristiwa kelam yang masih menyisakan banyak tanda tanya juga asumsi tak berkesudahan. Tak pas rasanya tak mengenal lebih dulu gambaran umum G30SPKI.

Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) adalah sebuah peristiwa penggulingan pemerintahan atau kudeta berdarah yang terjadi selama satu malam yakni 30 Oktober-1 September 1965 hingga mengakibatkatkan gugurnya enam jenderal dan satu perwira. Yang diantaranya ialah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R Soeprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo dan Lettu Pierre A Tendean. Peristiwa ini memiliki beragam nama, seperti Soekarno yang menyebut peristiwa ini sebagai Gerakan Satu Oktober (GESTOK), Soeharto menyebutnya Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu), namun, setelah pergantian orde yakni pada masa orde baru, peristiwa ini dikenal dengan sebutan G30SPKI.

Tibalah pembaca pada masa pra G30SPKI yang mana dikisahkan kronologi sebab akibat dari terjadinya peristiwa ini. Pada masa itu, Indonesia sedang berada pada masa demokrasi terpimpin atau orde lama yang mana masa itu Indonesia mengalami problematika ekonomi juga sistem pemerintahan yang condong ke arah politik.

Sistem pemerintahan yang bersifat politik ini dilatarbelakangi dengan adanya 2 pilar berpengaruh yakni militer dan PKI. Keduanya mengalami persaingan bahkan konflik politik, terlebih antar kedua pilar tersebut memiliki perbedaan ideologi. Hal inipun menggugah Soekarno menjalankan perannya sebagai penyeimbang antar kedua pilar tersebut. Dikisahkan, kubu militer berperan sebagai alat pertahanan politik Indonesia, sedangkan kubu PKI berperan sebagai dukungan ekternal Soekarno yang mampu memperkuat posisinya sebagai presiden. Hal ini dikarenakan anggota PKI terdiri dari masyarakat Indonesia yang berstatus buruh dan tani. Soekarno bermain peran dengan membentuk konsep politik bernama Nasakom (Nasionalisme, agama, dan komunisme). Konsep ini ditujukan sebagai penyatuan ideologi yang di Indonesia.

Pada masa demokrasi terpimpin ini, timbulah isu-isu yang menjadi gejala awal terjadinya kudeta berdarah G30SPKI. ditandai dengan isu sakitnya Soekarno yang memperkeruh konflik kedua pilar. Dengan tudingan bahwa kubu militer ingin mengambil alih kekuasaan Soekarno, sehingga PKI khawatir dengan tidak adanya lindungan dari Soekarno. Pada saat itu, Soekarno membentuk biro khusus yang tujuannya untuk memata-matai pasukan militer terkait rencana pengkudetaan dan membentuk angkatan kelima yang mana terdiri dari buruh tani yang dipersenjatai. Sebab pembentukan ini, persaingan antar kedua pilar semakin tegang. Berakar dari isu tersebut, terdengar kabar bahwa kubu militer membentuk Dewan Jenderal yang bertujuan untuk mengkudeta Soekarno. Mendengar hal itu, Soekarno resah dan medaulatkan pasukan biro khusus yang dinamakan pasukan Cakrabirawa. Perlu pembaca ketahui, daulat disini berarti menculik seseorang untuk diadili perihal perkara yang tidak bisa diselesaikan dengan cara formal. Biro khusus ini dikabarkan terdiri dari anggota-anggota militer yang juga seorang PKI dengan pemimpin Letkol Untung Syamsuri. Karena hal ini, daulat yang semula untuk menghakimi Dewan Jenderal berujung pada pembantaian berdarah.

 Masuklah pembaca pada hari terjadinya kudeta berdarah ini, 1 Oktober 1965, dini hari tepatnya pukul tiga dibawah pimpinan Letkol Untung Syamsuri, pasukan PKI bergerak menuju rumah-rumah jenderal yang telah ditargetkan. Jam empat pagi operasi tersebut dijalankan. Dengan narasi sebagai utusan Soekarno, mereka mengajak secara paksa para jenderal. Tiga orang jenderal yakni Mayor Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, dan Mayor Jenderal Donald Issac Panjaitan dibunuh di rumahnya karena mereka memberontak saat dijemput pasukan PKI. Abdul Haris Nasution adalah salah satu target yang akan dibunuh oleh PKI, akan tetapi dikarenakan kurang kompetennya pasukan PKI yakni tidak mengenalnya mereka terhadap AH Nasution, menyebabkan penculikan salah target yang mana yang diculik dibawa ke lubang buaya saat itu adalah Kapten Pierre Andries Tandean seorang ajudan AH Nasution. Putri AH Nasution juga menjadi korban saat penculikan jenderal yakni Ade Irma Suryani. Dua jenderal lainnya yakni Mayor Jenderal Siswondo Parman dan Mayor Jenderal Raden Soeprapto diculik kemudian dibawa ke lubang buaya dan pada akhirnya kedua jenderal, satu perwira dibunuh. Keenam jenderal dan satu perwira yang tewas, kemudian dikubur ditumpuk dalam lubang yang dinamakan lubang buaya sekarang tepatnya di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lokasi penguburan ini terungkap oleh seorang polisi yang tidak sengaja ikut dalam rombongan bernama Sukitman pada 3 Oktober 1965.

Pasca G30SPKI, banyak polemik yang terjadi dan pertanyaan yang mengundang kontroversial. Salah satunya, siapa dalang dibalik G30SPKI? Banyak dugaan yang mengarahkan kepada Soeharto yang mana dugaan tersebut diperkuat dengan adanya fakta bahwa beliau tidak menjadi incaran para pasukan PKI. Salim Said, seorang akademisi Indonesia yang juga merupakan salah satu saksi dari sejarah G30SPKI dalam wawancaranya menjawab dugaan Soeharto tidak dibunuh dikarenakan dia bukan circle Ahmad Yani yang mana pada saat itu mereka tengah berselisih dan tak akur. Dugaan lain bahwasanya Soeharto dekat dengan pasukan Cakrabirawa saat itu. Dugaan lain mengarah pada Soekarno yang mana dianggap memihak PKI. Dalam buku Salim Said, saat ia masih menjadi seorang mahasiswa Universitas Indonesia sekaligus wartawan, mempunyai seorang atasan yang menemui Soekarno dengan tujuan meyakinkan Soekarno tidak ada yang namanya Dewan Jenderal, akan tetapi Soekarno membentak dan malah mengusir atasan Salim Said. Tudingan kepada Soekarno ini salah satunya ketika pasca G30SPKI, Soekarno tidak mau membubarkan PKI dengan alasan PKI adalah bagian dari Nasakom yang secara tak langsung Soekarno membangun kerjasama serta pendekatan dengan negara yang menganut ideologi komunisme. Terlepas dari banyaknya dugaan ke beberapa pihak, menurut Salim Said, PKI benar adalah dalang di balik peristiwa ini. Akan tetapi, menurut beliau G30SPKI adalah sebuah teori dimana “kematian itu kecelakaan” dan tidak direncanakan. Jika pembaca penasaran dengan sudut pandang dari Salim Said, pembaca bisa membaca buku beliau berjudul “GESTAPU65”.

Namun, dibalik terkaan siapa dalang G30SPKI?, ada sebuah peristiwa yang seharusnya menjadi sorotan masyarakat yakni pembantaian massal (penumpasan PKI hingga ke akar-akarnya). Berdasarkan artikel yang dibuat tirto.id, Berkas Genosida Indonesia berjumlah 3.000 dokumen mampu meruntuhkan propaganda pemerintah Indonesia tentang pembunuhan massal 1965-66 dan bukti bahwa TNI terlibat di dalamnya. Diplomatik antara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan para diplomat Jakarta mengungkapkan bahwa TNI sengaja menanti-nanti sebuah peristiwa yang dapat menjadikan PKI sebagai aktor utama dan menggulikan pemerintahan Soekarno dengan kudeta militer. Jika para pembaca tertarik tentang peristiwa pembantaian massal ini, pembaca dapat menyaksikan sebuah film dokumenter karya sutradara berkebangsaan Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer dengan judul Jagal (bahasa Inggris: The At of Killing) yang dirilis pada tahun 2012 dan Senyap (bahasa Inggris: The Look of Silence) dirilis pada tahun 2014. Kedua film ini mengisahkan sudut pandang menurut pelaku dan keluarga korban pembantaian massal 1965.

Tibalah pembaca di ending sebuah artikel yang jauh dari kata sempurna ini, terlepas dari itu pesan penulis kepada pembaca sekalian untuk jangan krisis kritis dalam memahami sebuah peristiwa yang mana nantinya berujung menelan mentah-mentah apa yang dikisahkan oleh para rezim berkuasa, jangan hanya terpatok pada satu narasi lalu terdokrin, kemudian mengklaim sebuah sejarah. Jadilah pembaca yang bijak dengan membudayakan literasi digital maupun nondigital.

Writer: Delima


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabinet Resnawa - Kamush Periode 2024/2025

Milad Kamush Ke-11 Tahun: Bersinergi Menjalin Ikatan Dalam Membangun Rasa Kekeluargaan dan Kebersamaan Untuk KAMUSH yang Maju dan Terdepan

Kesuksesan PBAK Fakultas Ushuluddin dan Humaniora: Tiga Hari Penuh Semangat dan Kebersamaan