REVIEW BUKU SENI MENCINTAI KARYA ERICH FROMM
Satu-satunya makhluk yang
dapat menerima dan memberikan cinta adalah manusia, begitulah kira-kira apa
yang kita yakini selama ini. Lalu, apa itu cinta? Cinta menurut Erich Fromm
adalah sikap, suatu orientasi karakter yang menentukan jalinan seorang pribadi
dengan dunia secara keseluruhan. Suatu tindakan dan perhatian aktif pada
kehidupan dan pertumbuhan dari apa yang kita cintai. Cinta adalah manifestasi
dari kehidupan itu sendiri.
Di dalam buku ini, secara
gamblang Erich Fromm menjelaskan berbagai macam teori tentang cinta. Pada bab
pertama, beliau mempertanyakan Apakah cinta adalah seni? Kemudian, pada bab
kedua ia menjelaskan Teori Cinta, sedangkan pada bab ketiga, beliau membahas
Cinta dan kehancurannya dalam masyarakat barat kontemporer, dan pada bab
terakhir buku ini ditutup dengan pembahasan mengenai Praktek Cinta.
a. Apakah cinta adalah seni?
Langkah pertama yang
perlu diambil adalah menyadari bahwa cinta adalah seni, sama halnya hidup juga
merupakan sebuah seni; jika kita ingin belajar bagaimana mencintai, kita harus
melakukan cara yang sama dengan cara yang harus kita lakukan jika kita ingin
mempelajari seni lain, seperti musik, melukis, kerajinan kayu, atau seni
pengobatan, atau rekayasa.
Pada bab pertama ini
Erich Fromm berusaha menjelaskan mengapa kita membutuhkan keberadaan cinta dan
mengapa pembahasan perihal cinta teramat penting untuk dibicarakan. Asumsi
pertamanya adalah keniscayaan eksistensi cinta, menurut beliau cinta adalah
sesuatu yang niscaya dan tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Ia adalah wujud
dari fenomena alamiah manusia semenjak dilahirkan. Tanpa cinta, kemanusiaan
tidak akan bertahan barang sehari pun. Sama halnya dengan seni yang lain, cinta
adalah bagian dari kehidupan manusia yang harus selalu dipertahankan dalam
kehidupan manusia — individu maupun kolektif — itu sendiri. Lalu
langkah-langkah apa saja yang diperlukan dalam mempelajari cinta/seni? proses
pembelajaran seni ini persisinya dapat dibagi dalam dua bagian: pertama,
penguasaan atas teorinya; yang kedua, penguasaan atas praktiknya. Jika saya
ingin mempelajari cinta/seni maka pertama-tama saya harus mengetahui fakta
seputar cinta tersebut dan tentang apa saja macam- macamnya. Setelah memahami
semua pengetahuan teoritis ini, maka selanjutnya saya harus melakukan
praktiknya.
b. Teori Cinta
Teori apa pun tentang cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia, eksistensi manusia. Manusia dianugerahi dengan rasio; ia adalah makhluk yang sadar dirinya; ia mempunyai kesadaran tentang dirinya, sesama, masa lalu, dan kemungkinan masa depannya. Kesadaran akan diri sebagai entitas yang terpisah, kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia lahir dan mati bukan karena kehendaknya, bahwa ia akan mati sebelum mereka yang ia cintai, atau mereka mati lebih dulu sebelum dirinya, kesadaran akan kesendirian dan keterpisahan nya, akan ketidak berdayaannya terhadap kehidupan alam dan masyarakat, semua ini membuat eksistensi dirinya terpisah dan terpecah menjadi penjara yang tak tertahankan. Ia akan mengalami gangguan kejiwaan jika tidak dapat membebaskan diri dari penjara itu dan keluar, menyatukan diri dalam bentuk apapun dengan manusia lain, dengan dunia luar.
Kesadaran akan
keterpisahan inilah yang menimbulkan munculnya rasa cinta pada diri manusia.
Kerinduan akan sesuatu dari luar dirinya disalurkan pada pribadi lain, pada
benda dan Tuhan. Semenjak dilahirkan, kita menyadari bahwa kita hidup terpisah
dari orang lain dan alam. Rasa kesendirian manusia adalah asal muasal dari rasa
cinta atau rasa ingin bersatu kembali. Manusia tidak ditakdirkan untuk hidup
menyendiri, kita adalah makhluk sosial sejak dari kandungan, artinya kita
membutuhkan kehadiran subjek dan objek lain dari luar diri kita. Cinta adalah pemersatu
atau pengisi kekosongan atas kesendirian manusia tersebut. Dengan tidak adanya
cinta maka hiduppun tidak memiliki makna.
Pada takaran yang lebih
spesifik Erich Fromm membedakan cinta dalam beberapa macam bentuk, yakni:
c. Cinta antara orang tua dan anak
Seorang bayi menyadari keterpisahannya dengan sang ibu setelah ia dilahirkan, kesadarannya itu menimbulkan rasa takut atas kenyataan, oleh karena itu pada tahun-tahun pertama, bayi tidak akan mampu bertahan tanpa hadirnya sang ibu atau yang diibukan. Kebutuhan bayi pada ibunya adalah tahapan pertama dalam cinta. Ini adalah bentuk cinta kekanak-kanakan, cinta yang pasif, yang hanya ingin mencintai jika ia dicintai. Si bayi tidak melakukan apapun untuk mendapatkan cinta dari ibunya, ia tidak perlu bertindak ini-itu, cukup menjadi dirinya sendiri, ia sudah mendapatkan cinta dari sang ibu. Sedangkan cinta sang ibu kepada anaknya adalah bentuk cinta yang aktif, ia yang memberikan cinta, mencintai tanpa harus dicintai. Cinta ibu adalah cinta yang tidak membutuhkan syarat. Sang ibu sadar akan keberadaan anaknya yang juga merupakan bagian dari keberadaannya. Berbeda dengan cinta sang ibu, cinta bapak adalah cinta yang memiliki syarat. Ketika sang anak telah beranjak masa remaja, ia telah terbiasa dengan keterpisahaannya dengan sang ibu, lantas ia mencari cinta baru, cinta yang hanya akan ia dapatkan dari sang ayah. Ayah adalah seseorang yang mengajarkan anak, yang menunjukkan kepadanya jalan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, cinta ayah adalah cinta bersyarat, cinta yang memiliki otoritas atas yang dicintainya. Prinsipnya adalah “ Aku mencintai kamu karena kamu memenuhi harapanku, karena kamu melakukan tugasmu, karena kamu melakukan tugasmu”. Ayah memberikan cinta kepada anaknya dengan cara menggurui, memandu sang anak untuk melihat dunia melalui sudut pandangnya. Cinta inilah yang membuat kebanyakan Ayah menginginkan sang anak menjadi seperti dirinya.
d. Objek Cinta
Jika seorang pribadi
mencintai hanya satu orang dan acuh tak acuh dengan sesamanya yang lain,
cintanya bukanlah cinta, melainkan kelekatan timbal balik, atau egotisme yang
meluas. Jika benar-benar mencintai seseorang, saya harus mencintai semua orang,
mencintai seluruh dunia, mencintai kehidupan. Jika bisa mengatakan kepada orang
lain, “Saya mencintai kamu”, maka saya harus mampu mengatakan, “Saya mencintai
semua orang, saya mencintai seluruh dunia, saya mencintai kamu dan juga
diriku”. Namun, mengatakan bahwa cinta adalah sebuah orientasi yang mengacu
pada semua dan tidak hanya pada satu, tidak berarti bahwa tidak ada perbedaan
diantara berbagai macam cinta yang tergantung pada macam objek yang dicintai.
e. Cinta sesama
Cinta paling fundamental
yang mendasari semua jenis cinta adalah cinta sesama. Yang Erich Fromm maksud
adalah rasa tanggung jawab, kepedulian, respek, pemahaman tentang manusia lain,
kehendak untuk melestarikan kehidupan. Cinta sesama adalah cinta kesetaraan.
f. Cinta erotis
Cinta ini adalah cinta yang mendambakan peleburan total, penyatuan dengan pribadi lain. Cinta erotis sesungguhnya bersifat eksklusif dan tidak universal; mungkin inilah bentuk cinta yang paling samar. Cinta erotis sepenuhnya merupakan ketertarikan individual, unik diantara dua pribadi yang spesifik. Pacaran dan pernikahan adalah wujud dari hubungan yang dihasilkan oleh cinta erotis. Cinta ini teramat rumit, selain membutuhkan rasa yang sama, kerap kali juga membutuhkan pemikiran yang sama.
g. Cinta-Diri
Mencintai diri sendiri
berbeda dengan mementingkan diri sendiri. Mencintai diri sendiri artinya
mencintai orang lain juga, anda tidak bisa mencintai orang lain tanpa terlebih
dahulu mencintai diri sendiri dan anda juga tidak akan bisa mencintai diri
sendiri tanpa mencintai orang lain. Cinta kepada diri sendiri adalah wujud
kecintaan kepada umat manusia, karena diri kita sendiri juga merupakan bagian
dari umat manusia. Sebenarnya saya masih bingung dengan gagasan Erich Fromm
yang satu ini.
h. Cinta Kepada Allah
Mencintai Allah nyaris
sama dengan mencintai ibu. Cinta Allah masih bisa diperdebatkan terus-menerus.
Menurut Erich Fromm, Cinta kepada Allah adalah cinta kepada ciptaannya, cinta
yang tidak hanya dalam pikiran namun lebih pada tindakan. Jika anda mencintai
Allah, itu artinya anda juga mencintai segala sesuatu yang berasal dari Allah.
Mencintai segala sesuatu dengan tindakan yang benar dan baik, tanpa merugikan
dan bertindak buruk terhadap alam, sesama, dan makhluk-makhluk lainnya. Dengan
adanya sikap menjaga binatang, melestarikan alam dan tumbuhan, juga menjalin
hubungan yang baik dengan sesama manusia adalah sama dengan mencintai Allah.
i. Cinta dan kehancurannya dalam masyarakat barat kontemporer
Jika cinta adalah
kemampuan karakter yang dewasa dan produktif, itu artinya bahwa kemampuan untuk
mencintai pada hidup individu dalam budaya tertentu tergantung pada pengaruh
budaya itu terhadap karakter kebanyakan orang. Dalam masyarakat kapitalis
kontemporer, pengertian kesetaraan telah berubah. Kesetaraan manusia mengacu
pada kesetaraan manusia mesin, manusia
yang telah kehilangan individualitasnya. Dewasa ini, kesetaraan lebih berarti
kesamaan daripada kesatuan. Inilah
kesamaan abstraksi, yaitu kesamaan antar manusia yang mempunyai pekerjaan yang
sama, kesenangan yang sama, yang membaca surat kabar yang sama, yang mempunyai
perasaan dan gagasan yang sama. Cinta dalam pandangan masyarakat kontemporer
telah tereduksi dari makna yang sebenarnya. Individu maupun kolektif pada era
ini sangat dipengaruhi oleh sistem kapitalis yang melahirkan Cinta semu dan
ilusi. Manusia dengan cintanya dijadikan sebagai komoditas yang dapat
diperjual-belikan, cinta yang dangkal yang hanya dilihat dari luarnya saja.
Hidup tidak mempunya tujuan kecuali hanya maju, tidak ada prinsip dan kepuasan
kecuali hanya mengkonsumsi.
j. Praktik cinta
Pada bab terakhir ini,
Erich Fromm tidak memberikan gagasan yang terbilang baru. Beliau hanya
mengadopsi praktek-praktek para seniman dalam melakukan kegiatan seni mereka
masing-masing, seperti; Kedisiplinan, Konsentrasi, Fokus, Berpikir secara
objektif, dan aktif. Praktek-praktek tersebut sangat membantu kita dalam
mempertahankan cinta yang mendekati keidealannya.
Erich Pinchas Fromm
(Lahir 23 maret 1900 — Meninggal 18 maret 1980 pada umur 79 tahun) merupakan
psikolog sosial, psikoanalis, sosiolog, humanis dan filsuf berkebangsaan
Jerman.
The Art Of Loving
dipandang sebagai karya terbesar Erich Fromm. Buku ini juga memberi sumbangsih
yang amat besar dalam dunia Psikologi kontemporer, terkhusus dalam pembahasan
mengenai cinta. Secara pribadi, saya cukup terkejut membaca gagasan-gagasan
beliau. Keberanian serta kecerdasannya dalam meneliti sisi romantik manusia ini
sangatlah mengagumkan. Namun ada satu hal yang saya sayangkan, beliau tidak
mengikut sertakan Cinta persahabatan dalam pembahasannya. Namun hal tersebut
tidak lantas menjadikan predikat kehebatan buku ini menurun, justru mungkin
sudah saatnya giliran seseorang — Anda atau saya — untuk menuliskan gagasan
perihal Cinta persahabatan. Sekali lagi, buku ini akan sangat membantu anda
bukan hanya untuk memahami hakikat cinta, namun juga untuk memahami
hubungan-hubungan lain antar manusia dengan sesama, alam dan Tuhannya.
Bacalah!.
Terakhir, saya ingin
mengutip salah satu Quotes kece beliau.
“Cinta adalah tindakan
keyakinan, dan siapa pun yang kecil keyakinannya, kecil juga cintanya”.
Komentar
Posting Komentar