ZAMAN ATAU PEMUDANYA YANG INGKAR : REFLEKSI IKRAR 28 OKTOBER
28
Oktober 1928 merupakan salah satu momen bersejarah perjuangan Indonesia dalam
menegakkan kemerdekaan. Kala itu, terjadi satu momen yang disebut dengan sumpah
pemuda, yang mana merupakan salah satu bukti perjuangan rakyat Indonesia dalam
menegakkan kemerdekaan, terutama kaum muda mudi Indonesia. Yang di dalamnya berisikan
sebuah ikrar tentang persatuan dan kesatuan tanah air, persatuan bangsa dan
bahasa.
Momen bersejarah ini
membuat suatu perubahan besar pada saat itu, namun pada saat ini masihkah
berlaku persatuan dan kesatuan tersebut? Apakah pemuda pemudi kita sekarang
dapat mengaplikasikan poin-poin yang terkandung dalam ikrar tersebut? Atau pemuda
sekarang hanya memandangnya sebagai teks formal belaka? Atau zaman kah yang
membuat pemudanya menjadi ingkar? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya
sangat menarik untuk dibahas, oleh karnanya di dalam tulisan ini penulis akan
menjawab tuntas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun, sebelum memulai
pembahasan tersebut, perlu kita ketahui latar belakang kenapa terjadi momen
bersejarah yang disebut dengan sumpah pemuda.
1. Kongres Pemuda Indonesia
Pertama
Sebelum
terlaksananya ikrar sumpah pemuda yakni pada tanggal 28 Oktober 1928, di
sekitar tahun 1925, organisasi masyarakat Indonesia yang berada di Belanda
menerbitkan satu majalah yang diberi judul Indonesia Merdeka. Organisasi
tersebut bernama Perhimpunan Indonesia, yakni para pelajar atau mahasiswa
Indonesia yang mengemban pendidikan di sana. Isi dari majalah tersebut adalah tujuan
dari organisasi perhimpunan Indonesia dalam memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaan
di tanah air. Namun, untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut, terlebih dahulu harus
di ciptakan persatuan nasional. Oleh karenanya para pengurus organisasi
perhimpunan Indonesia mulai mengirim beberapa dari majalah tersebut ke tanah
air, yakni ke alamat organisasi pemuda di tanah air. Karna pada saat itu telah
ada terbentuk organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Celebes, Jong Ambon,
Jong Batak, Jong Java dan lain sebagainya. Namun, organisasi-organisasi
tersebut bersifat kedaerahan yang mana kegiatannya hanya berpatok pada
kepentingan daerahnya saja. Akan tetapi beberapa dari pemimpin
organisasi-organisasi tersebut ada yang sudah memiliki buah pikir yang mulia,
yakni ingin mewujudkan persatuan nasional kaum muda Indonesia. Di antara tokoh
yang memiliki keinginan tersebut adalah M. Tabrani, Muhammad Yamin, Jamaluddin,
Sanusi Pane dan beberapa yang lainnya.
Pada
akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan sebuah acara pertemuan dengan pemuda
Indonesia, yakni wakil-wakil dari organisasi kepemudaan itu tadi. Acara
tersebut disepakati dengan nama Kongres Pemuda Indonesia Pertama, yang mana
pada 15 November 1925 telah dibentuk dan terstruktur kepanitiaannya. Mereka
juga membentuk sebuah panitia khusus yakni Panitia Perumus. Tugasnya yaitu menyiapkan
naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Akhirnya pada tanggal 30 bulan
April di tahun 1926, terselenggaralah acara pembukaan Kongres Pemuda Indonesia
Pertama dengan di hadiri perwakilan masing-masing dari berbagai organisasi
pemuda tadi. Kongres tersebut berakhir sampai pada tanggal 2 Mei 1926. Lalu dilanjutkan
dengan mengadakan sidang perumusan naskah Kongres Pemuda Indonesia Pertama.
Panitia yang bertugas untuk menentukan rumusan tersebut yakni Muhammad Yamin,
M. Tabrani, Jamaluddin dan Sanusi Pane. Adapun hasil rumusan tersebut sebagai
berikut:
Pertama : Kami Poetera Dan
Poeteri Indonesia Mengakoe Bertoempah darah Jang
Satoe, Tanah Indonesia.
Kedoea : Kami Poetera Dan Poeteri Indonesia Mengakoe
Berbangsa Jang Satoe,
Bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami Poetera Dan Poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng Bahasa Persatuan,
Bahasa Melayoe.
Di sidang atau rapat perumusan
naskah Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini ada beberapa problem, yakni adanya
perbedaan pendapat antara Muhammad Yamin dengan M. Tabrani. M. Tabrani
berpendapat bahwa beliau tidak setuju dengan kalimat ke tiga, karena di kalimat
pertama dan kedua memakai kata Indonesia sedangkan kalimat ketiga pada bagian
akhir memakai narasi “Bahasa Melayu”, beliau menyarankan perlu adanya penamaan khusus
sepeti yang beliau opsi kan yakni “Bahasa Indonesia”. Adapun Jamaluddin
mendukung pendapat Muhammad Yamin dan Sanusi Pane mendukung pendapat M.
Tabrani. Namun Muhammad Yamin tetap kukuh dengan pendapatnya begitu pun dengan
M. Tabrani yang juga bersikeras dengan pendapatnya itu, lalu M.Tabrani menyuruh
Muhammad Yamin untuk memikirkannya lagi, Sidang tersebut pun berakhir.
2. Kongres Pemuda Indonesia
Kedua Sampai Pada Sumpah Pemuda
Di
bulan September tahun 1926, para mahasiswa di Jakarta (dulu Batavia) membentuk
sebuah organisasi bernama Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia yang di singkat
dengan PPPI. Lalu pada tahun 1927, tokoh bernama Sugondo Joyopuspito, pemimpin
organisasi PPPI berkeinginan melanjutkan Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang
telah di selenggarakan M. Tabrani dan juga kawan-kawan beliau. Sugondo
merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum, yang waktu itu berumur 20 tahun. Supaya
dapat terwujud, beliau bekerja sama dengan sahabatnya yakni Darwis, Sigit, Gularso
dan Suwiryo. Mereka sering melakukan pertemuan untuk berbincang-bincang
sehingga mereka mufakat untuk melaksanakan Kongres Pemuda Indonesia ke-2.
Agar mendapatkan dukungan
yang lebih lagi, Sugondo Joyopuspito sesegera mungkin menghubungi para tokoh
yang pernah berkecimpung di kepanitiaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, yakni
Sartono dan Sunario. Keduanya sangat mendukung dengan apa yang di gagas Sugondo
Joyopuspito dan kawan-kawan. Bahkan keduanya bersedia menjadi penasihat hukumnya.
Selanjutnya Sugondo mendatangi Sumarto yang dulunya adalah wakil ketua pada
Kongres Pemuda yang Pertama. Setelahnya Sumarto mengarahkan Sugondo untuk
mendatangi Muhammad Yamin karna beliau adalah salah satu yang merumuskan naskah
putusan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Selanjutnya Sugondo Joyopuspito mendatangi
Muhammad Yamin untuk menanyakan terkait naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia
Pertama sekaligus meminta dukungan atas gagasannya untuk melaksanakan Kongres
Pemuda Indonesia ke-2. Kedua tokoh tersebut sebelumnya sudah saling mengenal,
karna keduanya kuliah di Sekolah Tinggi Hukum. Muhammad Yamin pun menyambutnya
dengan hangat dan mendukung penuh dengan apa yang di gagas oleh Sugondo
Joyopuspito dan kawan-kawan. Lalu Sugondo menanyai Muhammad Yamin mengenai
naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Muhammad Yamin menjawab bahwa narasi
pada poin ketiga tentang bahasa persatuan memang harus di ubah, dan putusan
tersebut akan beliau sampaikan di Kongres Pemuda Indonesia ke-2, beliau pun meminta
izin kepada Sugondo dan Sugondo menjawabnya dengan anggukan kepala tanda setuju.
Gagasan kelompok Sugondo Joyopuspito pun membuahkan hasil. Di tengah tahun
1928, yakni tepatnya di bulan Juni, mereka menyemukakan delapan organisasi pemuda
dan satu organisasi pelajar untuk bermusyawarah. Akhirnya mereka mufakat dengan
membentuk sebuah kepanitiaan, dan Sugondo Joyopuspito terpilih menjadi Ketua
Panitia pada waktu itu. Dan pada 28 Oktober 1928 Sugondo Joyopuspito mengumumkan
naskah putusannya. Namun sebelumnya Muhammad Yamin terlebih dahulu angkat
bicara untuk menjelaskan isi dari naskah putusan tersebut dan latar belakang yang
menjiwai daripada terwujudnya kongres Pemuda Indonesia tersebut. Akhirnya tepuk
tangan yang meriah menjadi bukti suksesnya acara Kongres Pemuda Indonesia ke-2
dan hari itu menjadi hari bersejarah dalam kisah seluk beluk perjuangan
Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan, yang mana hari bersejarah tersebut di
beri nama hari Sumpah Pemuda dan pada setiap tanggal 28 Oktober selalu di
peringati sebagai hari yang spesial dengan diadakannya pawai-pawai di mulai
dari yang terkecil, yakni di sekolah-sekolah, kampung sampai pada tingkat provinsi
sebagai bentuk rasa hormat kepada tokoh-tokoh yang telah berjuang dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan yang utuh, yakni persatuan bangsa dan juga bahasa serta
untuk mengenang semangat persatuan. Adapun isi naskah Kongres Pemuda Indonesia
yang telah di revisi sebagai berikut:
Pertama : Kami Poetera
Dan Poeteri Indonesia Mengakoe Bertoempah darah Jang
Satoe, Tanah Indonesia.
Kedoea : Kami Poetra Dan Poetri Indonesia Mengakoe
Berbangsa Jang Satoe,
Bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami Poetra Dan Poetri Indonesia
Mendjoendjoeng Bahasa Persatuan,
Bahasa Indonesia.
Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Sudah
77 tahun Indonesia merdeka dan 94 tahun telah berlalu momen bersejarah sumpah
pemuda. Namun ada apa dengan Indonesia? Ada apa dengan pemuda sekarang? Banyak
di kalangan muda mudi Indonesia yang tak lagi menghargai negaranya. Contohnya
saja banyak di kalangan anak muda sekarang yang malah terbawa suasana negara
dan bangsa asing seperti Korea, Jepang dan bangsa Barat. Mereka tak lagi
menghargai karya, produk, warisan budaya negaranya sendiri. Seolah-olah harta
sendiri tak lagi layak untuk di belanjakan. Apakah zaman yang merubah perilaku
tersebut atau memang pemudanya yang ingkar terhadap ikrar persatuan sumpah
pemuda?
Zaman
memang selalu berganti tiap waktu, dan zaman mampu merubah perilaku seseorang,
namun bukan itu saja yang menjadi faktor kenapa peranan pemuda terhadap persatuan
Indonesia menjadi luntur. Di antara faktor-faktor lainnya yakni
prestasi-prestasi Indonesia sering kali tertutup oleh prestasi negara lain, semakin
jauhnya nilai-nilai kebudayaan yang tertanam pada rakyat terutama para pemudanya.
Hal inilah yang menyebabkan lunturnya peranan kita dalam merefleksikan
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam naskah sumpah pemuda tersebut. Selain
itu, tergantung individu pribadi mau kemana membawa dirinya.
Untuk
menumbuhkan kembali citra rakyat seperti dulu, pertama-tama yang harus dilakukan
adalah tanamkan dan pahamkan diri kita akan nilai-nilai yang terkandung dalam
naskah sumpah pemuda tersebut. Sebagai negara yang satu, satu akan tanah air,
bangsa dan bahasanya.
Writer : Irpan
Komentar
Posting Komentar