Safari Religi: Rekreasi Jasmani dan Rohani dalam Bingkai Ibadah

 

SAFARI KAMUSH

Safari Religi: Rekreasi Jasmani dan Rohani dalam Bingkai Ibadah


 

Perjalanan kami kali ini adalah mengunjungi salah satu cagar budaya di Kalimantan Selatan tepatnya di Kelurahan Kuin Utara, Kota Banjarmasin, yakni Makam Sultan Suriansyah. Sultan Suriansyah merupakan seorang tokoh yang pertama kali menyebarkan agama islam di Kalimantan Selatan sekaligus raja pertama Kesultanan Banjar. Sebelum di angkat menjadi raja, nama kecil beliau adalah Raden Samudera, setelah di angkat menjadi raja namanya diganti menjadi Pangeran Samudra dan di beri gelar Pangeran Suriansyah atau matahari Allah. Ayah beliau adalah Raden Manteri Jaya[1] dan ibunya bernama Ratu Intan Sari putri dari Maharaja Sukarama[2].

Sebelum terbentuknya Kesultanan Banjar, di Hulu Sungai Selatan telah terbentuk sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Nagara Daha. Kerajaan ini berdiri sejak 1437 dan berakhir pada 1526 akibat terjadinya konflik antara pasukan Pangeran Tumenggung[3] dengan pasukan Pangeran Suriansyah.

Kronologi terjadinya konflik tersebut berawal dari adanya wasiat oleh Maharaja Sukarama, bahwasanya sepeninggalan beliau, yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Samudra[4]. Namun pada saat takhta diwariskan, Raden Samudera masih berusia sangat muda, sehingga takhta kerajaan diambil alih oleh para putra Maharaja Sukarama yang sangat berambisi ingin menjadi raja, yakni Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya.

Sepeninggalan Maharaja Sukarama, takhta di duduki oleh Pangeran Mangkubumi yang mengangkat dirinya sendiri sebagai seorang raja. Naiknya Pangeran Mangkubumi menjadi Raja, Raden Samudra pun melarikan diri bersama dengan pengasuhnya yang bernama Arya Taranggana ke daerah hilir sungai Barito. Mengetahui Raden Samudera melarikan diri ke sana, Pangeran Mangkubumi pun melakukan pengejaran. Agar tidak ketahuan, Raden Samudra dan pengikutnya menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin. Penyamaran beliau terbongkar oleh Patih Masih[5]. Akhirnya beliau ditampung dan dilindungi oleh Patih Masih di rumahnya. Setelah mengetahui kejadian yang menimpa Raden Samudra dan juga tentang wasiat Maharaja Sukarama, Patih Masih Patih Muhur dan juga Patih Balitung mengangkat Raden Samudera menjadi raja yang berkedudukan di Bandarmasih sekarang Banjarmasin.

Pangeran Tumenggung yang mengetahui persembunyian Pangeran Samudra melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Karena armada perang kerajaan Bandarmasih waktu itu masih belum kuat, Patih Masih kemudian menyarankan Raden Samudera meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Raden Samudera bersama pengikutnya lalu pergi ke Kerajaan Demak untuk meminta bantuan, akhirnya raja Demak waktu itu bersedia membantu kerajaan Bandarmasih dengan syarat apabila menang Pangeran Samudra beserta rakyat Banjar mau memeluk agama islam. Akhirnya Pangeran Samudra yang dibantu 40.000 prajurit Kerajaan Demak dengan 1.000 perahu yang masing-masingnya memuat 400 prajurit mampu menahan serangan dari pasukan Pangeran Tumenggung.

Konflik antara Pangeran Samudra dengan Pangeran Tumenggung diakhiri dengan mengalahnya Pangeran Tumenggung dan  ia mau menyerahkan takhta kerajaan kepada sang pewaris sebenarnya, yakni Pangeran Samudra. Nama Pangeran Samudra kemudian di ganti menjadi Pangeran Suriansyah setelah ia di islamkan oleh utusan dari Kerajaan Demak, yakni Khatib Dayan. Kerajaan Daha yang dulunya berada di Hulu Sungai Selatan akhirnya di alih posisikan ke Bandarmasih dan namanya pun di ganti menjadi Kesultanan Banjar. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah di Batang Alai.[6] Sultan Suriansyah wafat pada tahun 1545 lalu di makamkan di Kuin Utara Kota Banjarmasin. Namanya harum dan terus di kenang oleh masyarakat, terutama bagi umat muslim di Kalimantan Selatan. Selain Sultan Suriansyah, ada juga beberapa tokoh-tokoh kerajaan yang di makamkan satu tempat dengan sang Sultan, termasuk Khatib Dayan tokoh yang menjadi utusan Kerajaan Demak untuk mengislamkan sang Sultan dan rakyat Banjar. Bukan saja menjadi tempat wisata religi untuk sekedar berkunjung dan berfoto-foto, tetapi ramai juga orang berziarah dan bertawasul mengambil berkah darinya. Termasuk kunjungan yang kami laksanakan ini. Kunjungan ini adalah kelanjutan dari program kerja bidang Kajian Ilmiah, yakni Safari Kamush yang sebelumnya juga melaksanakan kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru. Kami mengambil tema “Safari Religi: Rekreasi Jasmani dan Rohani dalam Bingkai Ibadah”, yakni setelah melaksanakan beberapa program kerja yang lumayan membuat mental serta psikologis pada diri kami menjadi runyam, oleh karena itu dengan di adakannya program kerja Safari Kamush ini di harapkan mampu menumbuhkan semangat baru serta memprogram ulang jasmani dan rohani dalam diri untuk terus berkarya.



Kegiatan ini kami awali dengan berziarah, yakni membaca surah Yasin dan bertakhlil serta memohon keberkahan kepada Allah atas berkat kekasihnya ini. Kemudian kami menemui salah satu pengurus atau yang merawat tempat ini yang mana beliau juga termasuk keturunan dari sang Sultan. Nama beliau adalah Abdul Wahab atau yang akrab di panggil Pak Wahab. Kami pun mencoba menggali informasi terkait sejarah, peninggalan dan lain sebagainya melalui pertanyaan yang kami suguhkan kepada Pak Wahab. Banyak sekali ilmu serta petuah-petuah yang kami dapatkan dari beliau. Alhamdulillah, dengan karunia Allah acara ini bisa berjalan dengan lancar. Kemudian, di akhir kami foto bersama dengan Pak Abdul Wahab sebagai kenang-kenangan.





 

Writer : Irpan

 

 



[1] Raden Manteri Jaya merupakan putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama

[2] Maharaja Sukarama merupakan Raja ke-2 Kerajaan Daha.

[3] Raja terakhir kerajaan Nagara Daha dan menjabat pada saat terjadinya konflik tersebut.

[4] Raden Samudera merupakan cucu dari perkawinan putri Maharaja Sukarama, yakni Galuh Intan Sari dengan Raden Manteri Jaya.

[5] Patih Masih merupakan anggota Kerajaan Bandarmasih.

[6] Sahriansyah. Sejarah Kesultanan Dan Budaya Banjar. Banjarmasin: IAIN ANTASARI PRESS, Oktober 2015. 3.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabinet Resnawa - Kamush Periode 2024/2025

Milad Kamush Ke-11 Tahun: Bersinergi Menjalin Ikatan Dalam Membangun Rasa Kekeluargaan dan Kebersamaan Untuk KAMUSH yang Maju dan Terdepan

Kesuksesan PBAK Fakultas Ushuluddin dan Humaniora: Tiga Hari Penuh Semangat dan Kebersamaan